Pandangan dan Sikap Korea Utara terhadap Google, Facebook, dan Islam: Pengaruh Politik dan Sosial dalam Era Digital

 


Oleh Sukiyanto

Korea Utara, yang dikenal sebagai negara yang sangat tertutup dan dikelola oleh rezim totaliter Kim Jong-un, memiliki kebijakan yang sangat ketat terhadap akses informasi dan teknologi luar negeri. Negara ini mengontrol hampir seluruh aspek kehidupan warganya, termasuk akses internet, informasi luar negeri, dan bahkan kebebasan beragama. Dalam konteks ini, pandangan dan sikap Korea Utara terhadap perusahaan teknologi besar seperti Google dan Facebook, serta terhadap agama Islam, sangat dipengaruhi oleh kontrol sosial, politik, dan ideologi yang berlaku di negara tersebut. Artikel ini akan mengulas bagaimana Korea Utara memandang dan bertindak terhadap Google, Facebook, dan Islam, serta dampaknya terhadap kebijakan dalam negeri dan hubungan internasional.

Korea Utara dan Google: Pembatasan Akses terhadap Informasi Global

Google, sebagai salah satu mesin pencari terbesar di dunia, memainkan peran kunci dalam memfasilitasi akses informasi secara global. Namun, di Korea Utara, akses terhadap Google sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Rezim Kim Jong-un memandang internet global, yang didominasi oleh platform seperti Google, sebagai ancaman terhadap stabilitas politik dan kontrol sosial yang telah dibangun oleh pemerintah. Oleh karena itu, akses ke Google secara langsung dilarang, dan sebagian besar warga Korea Utara hanya dapat mengakses internet internal yang terbatas, dikenal sebagai Kwangmyong.

1. Pembatasan Akses Internet

Korea Utara sangat mengontrol akses internet warganya. Hanya sejumlah kecil orang, terutama pejabat tinggi negara dan akademisi yang diizinkan untuk mengakses internet global, yang mencakup layanan seperti Google, Facebook, dan platform media sosial lainnya. Sebagian besar warga Korea Utara hanya dapat mengakses internet lokal yang sangat terbatas, yang isinya difilter dan diawasi oleh negara. Hal ini dilakukan untuk menghindari masuknya informasi yang dapat menggoyahkan kontrol ideologi pemerintah, termasuk informasi yang tidak sejalan dengan ideologi Juche yang dianut oleh Kim Jong-un dan partai komunis.

2. Kontrol terhadap Informasi dan Censorship

Di luar batasan teknis, pemerintah Korea Utara secara aktif memblokir konten-konten yang dianggap berbahaya atau berpotensi merusak stabilitas negara. Konten dari Google yang terkait dengan berita internasional, pandangan politik asing, atau konten yang mengkritik pemerintah Korea Utara kemungkinan besar akan diblokir atau disensor. Rezim Korea Utara sangat khawatir bahwa akses ke informasi global dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap kepemimpinan negara dan merusak citra pemerintah di mata rakyat.

Korea Utara dan Facebook: Pengawasan terhadap Media Sosial dan Komunikasi Global

Facebook, sebagai salah satu platform media sosial terbesar di dunia, juga tidak luput dari perhatian pemerintah Korea Utara. Seperti halnya Google, Facebook tidak dapat diakses oleh sebagian besar warga negara Korea Utara. Hanya segelintir pejabat tinggi yang mungkin dapat mengakses platform tersebut melalui jalur yang sangat terbatas. Bagi mayoritas rakyat, Facebook dan media sosial lainnya adalah hal yang asing dan tidak ada dalam kehidupan sehari-hari mereka.

1. Pemblokiran Media Sosial

Facebook dan platform sosial lainnya, seperti Twitter dan Instagram, secara tegas diblokir di Korea Utara. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran pemerintah bahwa media sosial bisa menjadi saluran untuk menyebarkan propaganda asing, yang dapat merusak citra pemerintah atau menghasut ketidakpuasan terhadap rezim yang berkuasa. Media sosial di negara-negara demokratis berfungsi sebagai alat untuk kebebasan berekspresi, tetapi di Korea Utara, kebebasan tersebut dianggap berbahaya karena bisa menantang ideologi resmi dan otoritas negara.

2. Kontrol terhadap Komunikasi Eksternal

Pemerintah Korea Utara sangat ketat mengawasi komunikasi eksternal. Mereka melarang sebagian besar bentuk komunikasi internasional yang tidak terkontrol, termasuk media sosial. Facebook, yang memungkinkan orang untuk berbagi pemikiran, ide, dan bahkan kritik terhadap pemerintah, dianggap sebagai ancaman serius terhadap stabilitas politik. Oleh karena itu, tidak hanya pemerintah yang memblokir platform ini, tetapi warga negara juga sangat terbatas dalam hal mengakses informasi luar negeri, terutama dari dunia Barat.

Korea Utara dan Islam: Kebijakan terhadap Agama dan Pengaruh Islam di Korea Utara

Islam, sebagai salah satu agama terbesar di dunia, juga memiliki keterkaitan dengan pandangan dan kebijakan yang diambil oleh Korea Utara. Secara resmi, Korea Utara mengklaim bahwa negara mereka adalah negara ateis, dan kebebasan beragama di negara ini sangat terbatas. Rezim Kim Jong-un menekankan bahwa ideologi Juche, yang dikembangkan oleh pendiri negara Kim Il-sung, adalah sistem kepercayaan utama yang harus diikuti oleh semua warga negara.

1. Batasan terhadap Kebebasan Beragama

Korea Utara mengontrol ketat segala bentuk agama, termasuk Islam. Ada beberapa laporan yang menunjukkan bahwa terdapat komunitas kecil Muslim di Korea Utara, sebagian besar terdiri dari warga asing yang bekerja di negara tersebut, seperti pekerja dari negara-negara Timur Tengah atau Asia Tenggara. Namun, umat Islam Korea Utara sangat terbatas, dan kegiatan ibadah seperti sholat atau puasa di bulan Ramadan jarang terjadi secara terbuka.

Dalam beberapa kasus, masjid di Korea Utara dibangun untuk tujuan diplomatik atau sebagai bagian dari kegiatan internasional, namun kegiatan keagamaan tersebut sangat terbatas oleh pengawasan ketat dari pemerintah. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Islam dipromosikan atau bahkan diterima secara luas di negara ini.

2. Rezim Ateis dan Sikap terhadap Agama

Pemerintah Korea Utara secara aktif menekan agama apapun yang tidak sesuai dengan ideologi negara. Agama dianggap sebagai ancaman terhadap kekuasaan negara karena dapat mengalihkan loyalitas rakyat dari pemerintah. Dalam banyak hal, kebebasan beragama, termasuk Islam, tidak dapat diterima dalam bentuk yang bisa mempengaruhi tatanan sosial dan politik yang diatur oleh negara.

Meskipun beberapa laporan menunjukkan adanya masjid atau tempat ibadah yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan diplomatik atau internasional, aktivitas keagamaan di Korea Utara tetap terbatas dan dikendalikan ketat. Pemimpin Korea Utara menekankan bahwa agama tidak boleh mengguncang kekuasaan negara, yang berarti bahwa umat Islam di Korea Utara harus beroperasi dalam kerangka yang telah ditentukan oleh pemerintah.

3. Islamofobia dan Pengaruh Islam Internasional

Meskipun Korea Utara secara resmi mengklaim sebagai negara ateis, ada indikasi bahwa mereka juga mengawasi perkembangan Islam secara global. Negara ini, yang sangat sensitif terhadap pengaruh asing, mungkin melihat meningkatnya ketegangan agama dan gejolak sosial terkait Islam di dunia internasional—seperti konflik-konflik yang melibatkan kelompok-kelompok Islam ekstremis—sebagai ancaman terhadap stabilitas internal. Oleh karena itu, dalam beberapa hal, ada kemungkinan bahwa pengaruh Islam dari luar negara ini dipandang dengan skeptisisme atau bahkan dicurigai.

Kesimpulan: Pandangan dan Sikap Korea Utara terhadap Google, Facebook, dan Islam

Korea Utara memiliki sikap yang sangat tegas terhadap Google, Facebook, dan Islam, yang tercermin dari kebijakan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah. Sebagai negara yang sangat terkendali dan terisolasi, akses terhadap teknologi dan informasi luar negeri sangat terbatas. Google dan Facebook, yang berfungsi sebagai saluran penting untuk mengakses informasi global, dianggap sebagai ancaman terhadap kontrol informasi yang diterapkan oleh rezim Kim Jong-un. Oleh karena itu, kedua platform tersebut diblokir dan dihindari di Korea Utara.

Di sisi lain, Islam, seperti agama lainnya, tidak mendapatkan kebebasan beragama yang terbuka di Korea Utara. Agama dianggap sebagai ancaman terhadap ideologi resmi negara, dan meskipun ada sebagian kecil umat Islam di negara ini, kegiatan keagamaan mereka sangat terbatas dan diawasi ketat oleh pemerintah.

Secara keseluruhan, kebijakan Korea Utara terhadap Google, Facebook, dan Islam mencerminkan kebutuhan rezim untuk menjaga stabilitas politik, kontrol sosial, dan ideologi Juche. Dalam masyarakat yang sangat terkendali ini, apapun yang dianggap sebagai ancaman terhadap kekuasaan negara, baik itu teknologi informasi atau agama, akan selalu dihadapi dengan pembatasan dan pengawasan yang ketat.

Comments